Menghitung Mundur 100 Tahun Indonesia, 72 Tahun Kemerdekaan

“Indonesia, Merah darahku, Putih Tulangku, bersatu dalam semangatku.”

Sudah 72 tahun Indonesia merdeka, sudah 72 tahun juga semangat itu terjaga. Lalu masihkah sama dahulu dengan sekarang?

Rasanya mungkin sama namun caranya berbeda, dahulu para pejuang menggelontorkan seluruhnya untuk merebut  kemerdekaan, saat ini sudahkah kita menggelontorkan seluruhnya untuk membangun kemerdekaan?

Harganya mahal, bukan hanya mengerahkan seluruh materi namun juga memakan korban jiwa. Perjuangannya tidak mudah, karenanya butuh berabad-abad membentuk solidaritas tiap daerah. Hasilnya bukanlah sebuah pemberian, namun anugrah karena letih berjuang.

Sekarang, harganya juga mahal, namun semahal apa?,perjuangannya tidaklah mudah, namun sudah sejauh mana? Hasilnya memang sudah ada, namun sudah sesuaikah dengan cita-cita kita?

Rasanya mungkin sama namun caranya saja berbeda, zaman memang boleh berubah namun janji kemerdekaan tetaplah sama.

Jika merah dan putih dari bendera melambangkan nilai sebuah darah dan putihnya tulang maka kitapun seharusnya tahu menunaikan sebuah janji kemerdekaan bukanlah sekadar kata-kata namun juga menyangkut jiwa dan kehormatan. Sama dengan para pejuang mereka tahu betul arti sebuah nilai dari merah dan putih, karenanya mereka tidak sudi kehormatan mereka di jajah dan jiwa mereka di lacurkan ditanah sendiri.

Merahnya darah dan putihnya tulang, bersatu dalam sebuah tubuh, bersatu dalam sebuah semangat perjuangan, jadi momen mengingat kembali hari kemerdekaan adalah momen yang pas untuk mengevaluasi semangat dan perjuangan kita untuk menunaikan janji kemerdekaan.

Apasih janji kemerdekaan?

Kemerdekaan direbut bukan semata-mata hanya untuk bebas dari cengkraman keserakahan dari para penjajah, namun lebih dari itu. Janji kemerdekaan termaktub abadi di pembukaan UUD 1945 tepatnya alinea ke-4, isinya begini:

“ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa , dan ikut melaksanakan ketertiban duniayang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwa-kilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Jelas Indonesia terbentuk adalah bentuk lambang sebuah reaksi, reaksi menentang dengan keras segala bentuk penjajahan, karenanya kemerdekaan Indonesia bukanlah kemerdekaan tanpa tujuan dengan jalur yang sudah ditentukan dan di abadikan di UUD 1945.

Anies Baswedan dalam bukunya melunasi janji kemerdekaan mengatakan bahwa “Indonesia merdeka, diabadikan dalam pembukaan UUD 1945, nyatanya tujuan Indonesia merdeka bukanlah hanya sekedar menggulingkan kolonialisme, lebih daripada itu , Indonesia merdeka untuk melindungi ,mensejahterakan, dan mencerdaskan rakyatnya serta memungkinkan berperan dalam tataran dunia. Isi Pembukaan UUD 1945 selama ini diartikan sebagai cita-cita. Cita-cita kemerdekaan adalah kata kunci paling tersohor. Istilah cita-cita kemerdekaan adalah istilah yang sudah jamak dipakai dalam mengilustrasikan tujuan republik ini. Tapi ada ganjalan fundamental disini.

Kemerdekaan perlu beri ekspresi yang lebih fundamental, bukan sekadar bercita-cita. Lewat kemerdekaan, sesungguhnya Republik ini berjanji. Narasi di Pembukaan UUD 1945 bukanlah ekspresi cita-cita semata, tapi itu adalah janji. Pada setiap anak bangsa dijanjikan perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan bisa berperan di dunia global. Republik ini dibangun dengan ikatan janji!

Cita-cita itu adalah harapan, dan ia bisa tidak mengikat. Secara bahasa cita-cita itu bermakna keinginan (kehendak) yg selalu ada di dalam pikiran atau dapat juga diartikan sebagai sebuah tujuan yanghendak dilaksanakan. Bila tercapai cita-citanya maka akan disyukuri. Tapi, jika tidak tercapai maka cita-cita bisa direvisi. Ada komponen ketidakpastian yang abstrak pada kata cita-cita. Indonesia hadir bukan sekadar untuk sesuatu yang didalamnya mengandung komponen yang belum tentu bisa dicapai. Sudah saatnya tidak lagi menyebutnya sebagai cita-cita tapi mulai menyebutnya sebagai Janji Kemerdekaan.

Berbeda dengan cita-cita, sebuah janji adalah kesediaan, kesanggupan untuk berbuat, untuk memenuhi dan untuk mencapai. Janji adalah hutang yang harus dilunasi. Janji memberikan komponen kepastian. Janji itu kongkret. Janji tidak abstrak dan uncertain. Republik ini bukan sekadar bercita-cita tapi berjanji mensejahterakan dan mencerdaskan tiap anak bangsa.

Hari ini janji itu telah dilunasi bagi sebagian rakyat. Sebagian rakyat sudah tersejahterakan, tercerdaskan, terlindungi dan bisa berperan di dunia global. Mereka sudah mandiri. Mereka tak lagi tergantung pada negara mulai dari soal kehidupan ekonomi keseharian, pendidikan, sampai dengan kesehatan. Ya pada mereka, janji kemerdekaan itu sudah dibayar lunas.

Tapi masih jauh lebih banyak yang kepadanya janji itu belum dilunasi. Bangsa ini perlu melihat usaha mencerdaskan dan mensejahterakan bukan sekadar meraih cita-cita tapi sebagai pelunasan janji kemerdekaan. Pelunasan janji itu bukan cuma tanggung-jawab konstitusional negara dan pemerintah tapi juga tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang kepadanya janji itu telah dilunasi: telah terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan.

Jangan lupa dahulu seluruh rakyat sama-sama miskin, buta huruf, terjajah dan terbelakang. Mayoritas mereka yang hari ini sudah tersejahterakan dan tercerdaskan mendapatkannya lewat keterdidikan. Pendidikan di Republik ini adalah eskalator sosial ekonomi; keterdidikan mengangkat derajat secara kolosal jutaan rakyat untuk mendapatkan yang dijanjikan: tercerdaskan dan tersejahterakan.

Saat Republik ini didirikan semua turun tangan menegakkan Merah-Putih, menggulung kolonialisme. Ada yang sumbang tenaga, harta dan banyak sumbangannya nyawa. Mereka menegakkan bendera tanpa minta syarat agar anak-cucunya nanti lebih sejahtera dari yang lain. Semua paham adanya janji bersama untuk menggelar kesejahteraan bagi semua. Itu bukan sekadar cita-cita. Kini bendera itu sudah tegak, makin tinggi dan dibawah kibarannya, janji kemerdekaan harus dilunasi untuk semua. Bayangkan di kampung kecil pinggiran kota, di rumah kayu ala kadarnya. Kabel listriknya berseliweran dipakai gantungan dan aliran listrik lampu kecil. Dibawah sinar lampu seadanya beberapa orang bersila diatas tikar membincangkan rencana perayaaan kemerdekaan di kampungnya. Mereka belum sejahtera dan mereka akan rayakan kemerdekaan !

Tidak pantas rasanya terus menerus merayakan kemerdekaan sambil berbisik memohon maaf bagi mereka yang belum terlindungi, belum tercerdaskan dan belum tersejahterakan. Bangun kesadaran baru bahwa usaha ini sebagai pemenuhan janji. Sebagai janji ia mengikat, bisa mengajak semua ikut melunasinya dan agar semua lebih yakin bahwa janji itu untuk dilunasi.

Perayaan kemerdekaan bukan sekadar pengingat gelora perjuangan. Merayaan kemerdekaan adalah meneguhkan janji.  Biarkan pemilik rumah batu itu menerawang kibaran Merah-Putih di rumahnya sambil senyum membayangkan bahwa dia dan anak-cucunya akan tersejahterakan dan tercerdaskan. Semua bangga jika perayaan Kemerdekaan adalah perayaan lunasnya janji kemerdekaan bagi tiap anak bangsa.” Kira-kira itulah yang dikatakan Bapak Anies Baswedan dalam tulisannya saat menjadi Rektor Universitas Paramadina.

Jangan sampai kemerdekaan kita hanya menjadi sebuah citra, citra yang belum jelas kemana arahanya. Empat janji itu masihlah sama, sama-sama masih pekerjaan rumah yang harus di selesaikan. Lihatlah masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terpenuhi perlindungan hukumnya, masih banyak jumlah penganggur,masih parahnya tingkat literasi masyarakat , dan masih terjajahnya Palestina. Itukah kerja kita selama ini?

Setidaknya kita sadar bahwa kita seharusnya lebih giat lagi dalam berusaha, lebih kompak lagi dalam bekerja sama , bukan lagi malas  dan malah terpecah belah.

Indonesia adalah bangsa yang sekedar ingin CUKUP!. Tidak berlebihan seperti negara maju lainnya atau Indonesia saat ini, untuk apa kaya jika yang lainnya masih sengsara dan untuk apa ilmu jika hanya mengelabui.

Dalam laporannya, Oxfam menyatakan kekayaan empat milyader terkaya di nusantara, tinggi dari total kekayaan 40 persen penduduk  miskin – atau sekitar 100 juta orang. Indonesia masuk dalam enam besar negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, satu persen orang terkaya memiliki hampir setengah (49 persen) dari total kekayaan populasi.

Sudah saatnya kita menyamakan persepsi hidup, bahwa cukup adalah kebutuhan sekaligus batas, karena dengan cukup kita mampu menjaga alam, karena cukup orang hanya makan bukan kenyang,bukan sendiri namun berbagi, cukupkan egoisme, cukupkan merusak alam, dan saatnya untuk mensejahterahkan yang kurang, dan menjaga yang masih tersisa.

Tinggal menghitung mundur untuk umurnya yang ke-100, 17 Agustsu 2045, menjadi sebuah harapan dan kesempatan bersama mewujudkan cita-cita itu.

Indonesia masih ada, karena Indonesia harus lepas dari sifat egosentris, berantas ketidak adilan itu, sudah cukup sikap hewani yang memberangus dengan beringan kebeneran sejati, sudah cukup korban munir dan novel, saatnya menyingkap tabir kebohongan ini.

2045 dan 100 tahun Indonesia, menjadi sebuah simbol untuk berpacu, menempatkan Indonesia ditempat yang seharusnya, ditahun dimana Indonesia mendapat bonus demografi, “Beri aku sepuluh pemuda maka aku akan guncang dunia.”, kuncinya adalah pemuda, banyak pemuda produktif yang akan hadir di tahun 2045. Dimana usia produktif menjadi sebesar 66% dari total populasi di Indonesia.

Jangan sampai kita menjadi bangsa yang dzolim, menyia-nyiakan kesempatan begitu saja, oleh karenanya perlu kerjasama solid dari seluruh elemen untuk membangun Indonesia, dan oleh karenanya sudah sedari saat ini kita harus siapkan.

Kerjasama apa? Kejasama untuk melunasi janji kemerdekaan tentunya, mewujudkan perlindungan terhadap seluruh bangsa Indonesia dengan memperbaiki sistem yang tidak lagi menghukum orang tua yang mecuri sekedar menghidupi diri dengan hukuman bertahun-tahun tapi malah menghukum koruptor dengan hukuman setahun, mensejahterakan seluruh masyarakat secara umum bukan hanya sekadar golongan tertentu apalagi memperkaya yang sudah kaya namun memberi pekerjaan dan menjamin hidup bagi yang masih menganggur, mencerdaskan seluruh anak bangsa bukan hanya pulau jawa , bukan juga dengan kurikulum coba-coba, namun juga dengan sitem komperhensif nan manusiawi yang sekadar cukup memenuhi kebutuhan tiap daerah tidak lebih apalagi berlebihan, dan tentunya menjaga dan ikut serta dalam perdamaian dunia ,ya dengan memerdekan negara yang masih terjajah, menghilangkan egoisme negara tertentu, juga membantu memakmurkan negara yang membutuhkan bantuan. Ternyata masih banyak pekerjaan rumah kita.

Oleh karenanya mari sampingkan perpecahan, hilangkan tindak merugikan lainnya, mari berfikir dan bersikap dewasa, semua bisa selesai dengan kepala yang dingin dan usaha yang tiada putusnya. Semua harus kerjasama.

Tentunya sebuah hasil membutuhkan perjuangan. Perjuangan akan penuh dengan syarat pengorbanan, syaratnya? Jujurnya setiap elemen, bebasnya aset negara dari perjanjian merugikan, berdikarinya energi nasional, politik yang dewasa, kebutuhan papan, sandang, pangan yang cukup juga tidak berlebihan , mampunya pengelolaan sumber daya maritim , penguasaan teknologi yang mumpuni dan lain sebagainya.

Kesempatan itu masih ada jika orang kembali ke fitrah yang seharusnya dengan kita tanyakan pada diri kita untuk apa negara ini dibentuk?.

UUD 1945 dirumuskan bukan hanya sebagai cita-cita semata, namun sebuah harapan dan juga janji. Terdapat nilai tanggung jawab untuk merealisasikannya, sudah 72 tahun namun masih saja kita belum mampu menepatinya,belum ada kata gagal selama kita masih berusaha, selama kita masih berjuang menepatinya, hari ini adalah pinjaman hari dimasa depan, masa ini adalah masa pinjaman dari generasi penerus di masa depan, karena zaman bukan kita wariskan namun kita yang pinjam, oleh karenanya wajib bagi kita melunasinya segera, menjaga dan merawatnya, tentunya bangsa ini bukanlah bangsa pembohong yang menghianati janjinya sendiri, bangsa ini bukanlah bangsa pengecut,lari dan takut dari tanggungjawabnya sendiri, bangsa ini adalah bangsa yang besar, berwibawa dan terhormat, yang dengan teagk berjuang menegakkan janji kemerdekaan.

Jangan sampai kemerdekaan kita hanya menjadi sebuah citra, citra yang belum jelas kemana arahanya. Empat janji itu masihlah sama, sama-sama masih pekerjaan rumah yang harus di selesaikan. Lihatlah masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terpenuhi perlindungan hukumnya, masih banyak jumlah penganggur,masih parahnya tingkat literasi masyarakat , dan masih terjajahnya Palestina. Itukah kerja kita selama ini?

Setidaknya kita sadar bahwa kita seharusnya lebih giat lagi dalam berusaha, lebih kompak lagi dalam bekerja sama , bukan lagi malas dan malah terpecah belah.

Indonesia adalah bangsa yang sekedar ingin CUKUP!. Tidak berlebihan seperti negara maju lainnya atau Indonesia saat ini, untuk apa kaya jika yang lainnya masih sengsara dan untuk apa ilmu jika hanya mengelabui.

Dalam laporannya, Oxfam menyatakan kekayaan empat milyader terkaya di nusantara, tinggi dari total kekayaan 40 persen penduduk miskin – atau sekitar 100 juta orang. Indonesia masuk dalam enam besar negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, satu persen orang terkaya memiliki hampir setengah (49 persen) dari total kekayaan populasi.

Jadi bangsa ini sudah merdeka atau belum? Apa kita dijajah kembali tanpa sadar? Ironisnya dijajah oleh aib sendiri.

72 Tahun Merdeka

Engkau tua atau muda?

Tapi menurutku sudah terlalu lama

Karena masih banyak saja yang sengsara

Merdeka?

Pendidikan saja belum merata

Kemiskinan masih merajalela

Palestina juga belum merdeka

Indonesia?

Percuma saja jika egosentrismu ada

Rusak sudah engkau buat alamnya

Dulu asing kau lawan kini kau anggap kawan

Jika begini saja

1,2, sampai ribuan abad tetaplah percuma

Jika luhurnya nilai kau lacur dengan materi seadanya

Dan pancasila kau jadikan sebuah perkara

MATI SAJA.

Aku yang Mati

17 Agustus 2017, Mengheningkan cipta namun tetap juga beraksi. Surabaya dan Kota Pahlawan.