Boyolali-Solo-Jogja-Surbaya
Bruuummm... Akhirnya satu lagi rencana besar terwujud, beburu ilmu jauh-jauh. Sekalian menjalin jaringan untuk Komunitas.
Beberapa dari kami pasti setuju jika sebuah perjalanan menjadikan diri kami
menjadi lebih bijak dan lebih arif lagi. Bukan lagi melihat dunia dari buku
sebagai jendelanya, tapi benar-benar kami akan merasakan dan menjamah dunia
dengan seluruh panca indera kami.
Oke kali ini saya mau cerita sebuah perjalanan, ya bisa dikatakan ini adalah
perjalanan yang biasa aja, bagi anak touring, karena udah biasa touring. But, i
still hope you can get some insight from my story hehe.
Jadi perjalanan ini bermula ketika seorang senior saya yang baru saja lulus
menugaskan kami para Junior nya untuk mendapatkan relasi baru terkhusus agar kami
bisa belajar banyak dari orang-orang yang akan kami temui nantinya, jujur
penting banget menjalin relasi ini demi keberlangsungan Komunitas kami. Well kami
bakal banyak belajar tentang budaya, filsafat dan sejarah dari beliau-beliau
yang namanya bakal disebut disini.
Singkat cerita kami sudah merencanakan perjalanan ini sejak lama, jadi tentu
persiapan kami sudah matang, jadi buat temen-temen yang mau melakukan sebuah
perjalanan bisa disiapkan Jauh-Jauh hari supaya tidak ada hal-hal yang
menghambat perjalanan nantinya.
Lanjut, jadi kami berangkat saat malam hari, agar dapat terhindar dari kemacetan
lalulintas, jangan lupa berdoa dan siapkan kondisi yang fit tentunya.
“Sepanjang
jalan engkau bisa mendengar alam berbisik padamu dan kau bisa melihat bahwa
dunia tidak akan pernah tertidur, dia lelah dan sudah tua renta. Ini jika
engkau melihat jalan , raya.”
Beberapa jam melakukan perjalanan, duar, salah satu motor dari rider
kami bannya bocor, terpaksa kami harus berhenti mencari solusi. Apes, ban bocor
jam 2 pagi, bayangkan ditengah jalan yang ada hanya monster-monster besi alias
truk-truk besar penguasa jalan raya, semua rumah tutup, semua tambal ban tutup,
kami pun bingung sesaat.
Alhamdulillah, rejeki anak soleh, pas ketemu tempat tambal ban yang tutup ,
pas kebetulan disebrangnya terdapat warung makan yang asik buat tidur ,sekalan kami
bermalam disana sembari menunggu tambal ban beroperasi kebali,dibarengi ritual
makan pastinya.
Fajarpun tiba, kami solat sehabis itu kami tambal ban dan melanjutkan
perjalanan. “Disini kau akan meraba ramahnya alam disekitarmu, sejuk, halus,
lembut, sontak saya balas dengan senyum alam pagi yang begitu menggoda, tapi
haru tetap hati-hati, kabut tebal menghinggapi jalan, membuat jarak pandang
memendek.”
Alhamdulillah jalan kami tetap lancar, kami yang sejak awal tidak mau beradu
nasib dengan bus kota yang jalannya liar, kami memutuskan mengambil jalan lain,
yaitu melewati Magetan, Cemoro Sewu, wuzz, jalannya unik menembus
gunung,katanya ini adalah salah satu tempat jalur pendakian Lawu, rasanya
kesini malah mau mendaki, tapi apa boleh buat tujuan perjalanan nya berbeda,
mendaki menjadi plan nanti, disini pemandangan nya bisa dijamin membuat anda
takjub, semua hijau, pohon dan tanaman eksotis sangat memukau, bahkan dipinggir
jalan ada buah strawberry liar, eh ada saja pengendara beruntung yang melihat
lalu di ambil. Ya rejeki beliau lah hehe.
Perjalanan pun berlanjut setelah diselingi pemberhentian untuk menyeduh
secangkir kopi dan merasakan sedikit sate manis gurih daging kelinci, nikmat.
Saat mendekati Solo kami mampir dahulu di salah satu masjid untuk istirahat dan melakukan bersih diri hingga waktu zuhur tiba, setelah itu kami langsung menggeber kuda besi melintasi Solo hingga menembus Boyolali. Pemandangan Surabaya, Magetan, Solo dan Boyolali membuat saya sadar satu hal,yaitu minimnya usaha-usaha khas daerah dijalan-jalan yang sangat padat padahal berpotensi ekonomi besar. Mirisnya saya hanya menjumpai banyak sekali semi monopoli perdagangan pasar modern, dengan embel-embel mart atau market.
Padahal seharusnya penduduk daerah sekitar bisa sangat terbantu jika
difasilitasi hal yang sama namun tentunya dengan harga dan kualiatas yang
bersaing, jika mendagangkan makanan atau bena khas daerah nya. Namun saya tetap
senang dengan kegigihan kang Pentol dengan kepedeannya selalu menghiasi
pinggir-pinggir jalan dan siap sedia melayani Perut-perut lapar pengendara.
Semoga masukan saya bisa dibaca dan kita aplikaskan bersama ya, dan semoga bisa
menjadi solusi ampuh dan membantu banyak orang.
Buaya-Lupa, dimana lagi jika bukan Boyolali. Karena memang hanya mampir
sebentar disini saya belum mengorek betapa luar biasanya Boyolali, mungkin lain
kesempatan hehe. Nah di tempat ini saya dan kawan-kawan mampir ketempat seorang
tokoh yang katanya paham tentang budaya, terjadilah momentum diskusi santai nan
mengenyangakn karena kami dijamu beliau dengan baik dan makanan yang baik pula
hehehe.
Di Boyolali ini kami bertemu ustadz Arif Wibowo, beliau lulusan pertanian
UNS, profesinya dibidang wirausaha sesuai dengan jurusannya, yang menarik
bacaan buku dan wawasan beliau sangat menarik diikuti,mengenai kebudayaan dan
pergerakan, bagaimana sih masyarakat saat ini memegang erat kebudayaannya, apa
yang hilang dari budaya itu sendiri? tapi saya tidak akan mengupasnya disini,
cukup datang bawa kopi dan roti jika mau. Hehehe.
Selepas diskusi panjang dan sholat isya, kami melanjutkan
perjalanan kami menemui kawan lama, kembali ke Solo, bertemu mas Adit mahasiswa
sejarah UNS, beliau kiprahnya juga sudah panjang di dunia pergerakan, walaupun
belum lulus, doakan beliau lulus tahun ini hehe, aamiin. Karena kami sampai
Solo larut malam kami hanya berdiskusi ringan ditemani teh hangat dan roti
bakar, nikmat. Sepintas bertemu beliau mengulas kembali sejarah kota jawa ini,
Solo dan Jogja bagaimana seluruh peradaban ini terbentuk,menarik. Diskusi kami
tutup dengan wudhu dan semilir kipas angin yang berhembus.
Paginya saya sempatkan bertemu keluarga besar saya yang
tinggal didekat sana, hitung-hitung mengeratkan tali silaturahim, walau hanya
sebentar sudah sangat cukup, tahu kabar mereka baik-baik saja sudah membuat
hati senang dan tenang. Perjalanan Surabaya Solo Boyolali ini mengajarkan
banyak sekali pelajaran, pelajaran untuk merasa. Islam begitu indah mendidik umatnya,
bagaimana umatnya diharuskan untuk adil dalam segala hal,urusan syariat dan
kemanusiaan juga alam. Seimbang.
Siangnya kami berkemas dan berangkat menuju Jogja destinasi
terakhir bertemu tokoh yang digadang-gadang senior saya ini katanya berwawasan
luas dalam filsafat, perjalanan kejogja yang memakan waktu lumayan, lebih dari
dua jam karena macet yang tidak kunjung berakhir. Memang nasib,sesampainya
dilokasi beliau sedang ada urusan diluar, terpaksa mereschedjule jadwal kami
bertemu, yang tadinya sekitar sore menjadi malam. Beruntung ada sanak saudara
yang tempatnya bisa digunakan untuk beristirahat sejenak, akhirnya kami pun
mampir sekalian menyambung silaturahim, saya yakin menjalin silaturahim
melancarkan rizki, memperpanjang umur dan mempermudah jodoh hehe.
Sayang waktu luang hanya disia-siankan tanpa menjelajah
hingar bingar Jogja begitu saja, inisiatif jiwa muda akhirnya membuat kami
ingin menelusuri tempat-tempat unik di Jogja, akhirnya kami memutuskan untuk
makan di salah satu tempat makan di pojokan jalan jogja, dan malamnya kami
menemui mas Anton Ismunanto tokoh yang digadang-gadangnkan, beliau ternyata
sudah membaca ribuan buku , lebih dari 3000 buku sudah dikoleksi dan dibaca,
beliau juga mengabdi menjadi pengajar di Mualimin Yogyakarta. Diskusinya sangat
cair, ditemani milkshake dan cemilan hangat , diskusi seperti ini yang membuat
apa yang diperbincangkan bukan sekedar formalitas, sungguh benar perjalanan ini
membuka banyak sudut pandang baru bagi saya sendiri, ada hikmah di setiap debu
jalannya.
Perjalanan kami akhiri dengan mengendara motor tanpa henti
ke Surabaya, hingga salah satu knalpot motor kami meletup kepanasan, dan
alhamdulillah kami pulang dengan selamat dan khidmaat. Siap-siap jikan
melakukan perjalanan panjang tanpa henti, bokong pegal dan panas akan jadi
korbannya, namun nilai dari sebuah perjalan tentu amat mahal, saya tidak bisa
sebutkan semua disini, yang pasti tetap harapan saya semoga tulisan ini
menginspirasi hari-hari kawan sekalin.
0 komentar: