Lapar Pangkal Tepar
Suatu ketika ada sebuah keluarga, saat itu mereka sedang makan malam seperti sebelum-sebelumnya. Ketika selesai makan malam kakak dan ibu mencuci piring didapur sedangkan adik dan ayah menonton TV diruang tamu.
Klontang, suara piring pecah. Seketika suasana hening sejenak, tiba-tiba adik melihat ke arah ayah dan berkata "Ini pasti ibu yang mecahin piring."
Apa maksud cerita diatas? Titik tekannya adalah keadilan dalam memperlakukan standar, adik yang langsung seketika mengetahui bahwa ibu yang memecahkan piring karena biasanya jika piring pecah ibu akan marah namun setelah piring pecah tidak ada suara bentakan marah yang muncul.
Kita keras pada orang lain namun lupa untuk keras pada diri sendiri, ketika orang lain mengingatkan kita kita langsung berargumen bahwa mereka yang menilai diri kita tidaklah mengetahui apa yang terjadi pada diri kita padahal kita juga selalu menilai salah orang lain. Ketika orang lain terlambat maka akan kita marahi, jika kita terlambat kita akan berdalih banyak hal. Itulah ketidak adilan dalan memperlakukan standar.
Sedikit cerita inspiratif dari seorang kawan, yang bercita-cita besar dan sedang menjalani persiapan untuk menjadi lebih baik bersama saya.
Hari ini sungguh sibuk, harus mempersiapkan pelajaran dan tugas-tugas yang menumpuk.
Berangkat dengan kondisi terburu-buru ditambah lupa sarapan. Berada di kampus dari pagi hingga sore. Makan tidak teratur dan fikiran seolah memikirkan tanggungan yang masih belum terselesaikan.
Ternyata perasaan letih dan mumet saya terletak pada satu masalah, yaitu lapar. Percaya atau tidak didalam perut yang kenyang akan ada jiwa yang tenang. Beruntung saya sempat menikmati indahnya nasi goreng, hanya satu di dunia, di spanyol mana ada nasi goreng hehehe, jika hidup selalu disyukuri pasti ada saja kejutanyang membuat hati senang, pulang-pulang disediakan kopi dari pulau jauh, Kopi khas Labuan Bajo, Pulau Komodo, hitam pekat, aromanya unik, ciamik.
Entah betapa egoisnya kita jika sangat meratapi hidup sendiri, padahal masih banyak orang di luar sana yang masalahnya lebih besar, uang nya lebih sedikit, bajunya lebih kusut, airnya lebih kotor. Jadi masih sempatkah meratapi diri sendiri? Sebagai orang yang diberi rezeki yang lebih sudah ranahnya kita memberi dan berkarya untuk mencapai kebahagiaan, bukan malah memilki dan meminta saja.
0 komentar: